Yap Assalamu'alaikum Ii Holillah disini..
Hari ini mendapat cerita, ilham, petunjuk, contoh, gambaran atau apapun itu tentang anak.
Bermula dari hasil menyimak ceramah pagi TVRI bersama ustadz Hari Moekti. Beliau bilang dosa-dosa itu bisa diampuni dengan shalat da puasa. Tetapi ada dosa-dosa yang hanya/bisa diampuni melalui melahirkan.
Jadi terpikir, wah Subhanallah, mereka yang punya anak banyak. Berapa banyak dosa yang gugur karena melahirkan. Allah Maha Memuliakan ibu.
Kemudian berlanjut, saat datang ke kantor, aku menceritakan ke Mb Ai (teman sekantor yang pernah kuceritakan di blog ini) hari ini aku mendapatkan pencerahan setelah mendengar ulasan dari ustadz Hari Moekti. Ya Walau belum pernah merasakan melahirkan, tetapi jadi bersemangat sekali mendengarnya. Lalu kita sambung cerita dengan keinginan Mb Ai dan suaminya untuk memberikan adik bagi Syamil (Anak pertama mereka). Ada satu obrolan terkait hal tersebut, bahwa mendapatkan anak itu rizki. Maka suka-suka atau terserah Sang Maha Pemberi Rizki mau kasih atau tidak.
Lalu aku berujar, "Atau Kita yang memantaskan diri untuk diberikan anak oleh Allah." Kata Mba Ai, "Ya benar juga banyak calon orangtua yang memang secara sikap belum pantas jadi orangtua." "Misalnya, ada suami yang marah-marah ketika mendengar tangisan anak kecil di rumahnya." Kata Mba Ai lagi. "Atau ada yang suka sensi, marah, judes, iri hati dengan kebahagiaan orang lain." Kataku menambahkan.
Kemudian kami membuka facebook, melihat link tulisan pak Jamil Azzaini, disini . Komentar kami, "Wah Syamil gimana nih mau dipesantren tahfidz in dari SD."
Kami dapat link tersebut dari seorang teman dosen Feddy Fabachrain, SEI namanya. Istri beliau seorang pemerhati psikologi pendidikan anak, jadi agak nyambung ketika kami menanyakan lebih lanjut tentang hal tersebut ke beliau. Takdir Allah, hari ini beliau ada jadwal mengawas UAS, jadi kami bisa membicarakannya lebih lanjut.
Saat istirahat makan siang kami membicarakan itu. Kak Feddy bercerita tentang pengalamannya mengasuh anak-anak SD pesantren tahfidz di Kudus, Jawa Tengah. Beliau pernah mengabdi di sana untuk menjalankan kewajiban sebagai santri Gontor ketika itu. Ungkapnya, memang ada perbedaan. Ada benarnya yang diungkapkan pak Jamil itu. Lalu bagaimana solusinya? ini yang masih dicari.
Buat saya sih tentang hal ini, yang saya tangkap berdo'alah jauh-jauh hari minta keturunan yang seperti apa sama Allah. Agar sudah pada saatnya tiba, kita tidak kesulitan lagi membentuknya dengan segala persiapan yang kita sudah lakukan. Pun belum menikah.
Teruntuk, yang belum menikah, baru menikah, sudah punya anak, dan ingin menambah anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar