Hasan Al-Banna, Sang
pembaru Islam Abad 20. Kesungguhan dan keteguhannya memikul amanah dakwah
Islam, melahirkan ribuan bahkan jutaan orang yang memiliki kepedulian besar terhadap
penyebaran Islam di berbagai penjuru dunia.
Selalu ada
perempuan hebat dibalik laki-laki hebat. Setelah Allah sebagai sandaran utama,
serta selain Ibunda, peran istri beliau dalam dakwah adalah peran yang luar
biasa. Ditengah kesibukan suaminya sebagai tokoh dakwah, guru, ustadz, dan
aktivis organisasi dakwah, sang istri berhasil menempatkan diri dengan
kondisi tersebut. Sehingga anak-anak
mereka menjadi orang-orang shalih di masa sekarang. Sejak awal pernikahan
kemudian syahidnya sang suami dan bahkan 19 tahun setelahnya sang istri adalah
pendukung dan penerus perjuangan dakwah Hasan Al Banna.
Lathifah, istri
Hasan Al Banna
Namanya Lathifah
Husain Ash Shuli. Ia lahir dalam keluarga yang taat. Ayahnya, Haji Hasan Ash
Shuli, salah satu tokoh agama yang simpatik dengan pribadi dan dakwah yang
disampaikan Hasan Al Banna.
Ibunda Hasan Al
Bana berhubungan baik dengan beberapa tetangga. Salah satunya dengan keluarga
Ash Shuli. Beliau mendengar lantunan tilawah Al-Qur’an yang indah dan bagus
dari Lathifah. Ibunda melihat air muka Lathifah dan merasakan pancaran sinar
keimanan yang sangat kuat di wajah Lathifah. Ibunda menyampaikan kriteria pendamping hidup
putranya kepada Lathifah. Namun, Lathifah belum mengerti apa maksud dibalik
keterangan itu.
Ibunda
bermusyawarah dengan suami dan Hasan Al Banna mengenai keinginan beliau untuk
menjadikan Lathifah sebagai menantu.
Hasan Al Banna, karena baktinya terhadap orangtua, menerima ajuan ibunya
ini. Baginya apapun yang diberikan orangtua, itu adalah kebaikan yang paling
baik untuk dirinya.
Tak lama setelah
itu, Hasan Al Banna bersama sang ibu datang untuk melamar lathifah. Saat itu
semua yang hadir turut bahagia dan bersyukur atas pinangan ini.
Khitbah, Akad
Nikah, Resepsi dalam Dua Bulan
Proses
berkeluarga Hasan Al Banna begitu sederhana, simple, dan cepat. Dimulai dari
perkenalan ibunda dengan calon istri, lamaran, akad nikah, dan resepsi semuanya
dilakukan tidak sampai dua bulan.
Bagi sementara
orang, fase pernikahan yang cepat mengundang banyak pertanyaan, bahkan gugatan.
Tak sedikit orang memandang bahwa fase lamanya perkenalan laki-laki dan
perempuan sebelum menikah, sangat menentukan kualitas rumahtangga yang akan
mereka bangun.
Padahal, inti
masalahnya bukan pada cepat atau lamanya mereka berkenalan. Melainkan pada
kualitas individu yang akan membangun rumahtangga itu. Belum lagi wabah
penyakit hati dan kemudian perilaku dosa yang pasti muncul akibat proses
perkenalan laki-laki dan perempuan yang cenderung lama menuju pernikahan antara
mereka.
Proses
pernikahan Hasan Al Banna dan istrinya, adalah salah satu contoh bahwa kebaikan
sebuah rumah tangga, tergantung dari kualitas individu yang membangun
rumahtangga itu. Hasan Al Banna suatu ketika pernah mengatakan, “ Sepertinya
Allah swt ingin meringankanku untuk menghadapi banyak ujian, Allah member kesempatan
kepadaku untuk menikah, dan prosesnya begitu mudah dan sederhana. Khitbah (lamaran)
sekitar awal Ramadhan, lalu akad nikah malam ke 27 bulan Ramadhan di tahun yang
sama. Disusul resepsi tanggal 10 Dzulqa’dah masih di tahun itu juga.
Selanjutnya Allah pun menetapkan ketetapan-Nya, Alhamdulillah.”
Sumber: Buku “Persembahan Cinta Istri Hasan Al Banna”
Penulis: M. Lili Nur Aulia (2010)
Penerbit: Tarbawi Press
Disajikan ulang
oleh : Ii Holillah (2016)